Archive for 2017
Undang - Undang Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2002
By : Ricky Fahreza
PENJELASAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK
INDONESIA NOMOR 19TAHUN 2002 TENTANG HAK
CIPTA
INDONESIA NOMOR 19TAHUN 2002 TENTANG HAK
CIPTA
Indonesia telah ikut serta dalam pergaulan masyarakat dunia dengan
menjadi anggota dalam Agreement Establishing the World Trade
Organization (Persetujuan Pembentukan Organisasi Perdagangan Dunia) yang
mencakup pula Agreement on Trade Related Aspects of Intellectual
Property Rights (Persetujuan tentang Aspek-aspek Dagang Hak
Kekayaan Intelektual), selanjutnya disebut TRIPs, melalui Undang-
undang Nomor 7 Tahun 1994. Selain itu, Indonesia juga meratifikasi Berne
Convention for the Protection of Artistic and Literary Works (Konvensi
Berne tentang Perlindungan Karya Seni dan Sastra) melalui Keputusan
Presiden Nomor 18 Tahun 1997 dan World Intellectual Property
Organization Copyrights Treaty (Perjanjian Hak Cipta WIPO), selanjutnya
disebut WCT, melalui Keputusan Presiden Nomor 19 Tahun 1997.
Saat ini Indonesia telah memiliki Undang-undang Nomor 6 Tahun 1982 tentang Hak Cipta sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 7 Tahun 1987 dan terakhir diubah dengan Undang-undang Nomor 12 Tahun 1997 yang selanjutnya disebut Undang-undang Hak
Cipta. Walaupun perubahan itu telah memuat beberapa penyesuaian pasal
yang sesuai dengan TRIPs, namun masih terdapat beberapa hal yang perlu
disempurnakan untuk memberi perlindungan bagi karya-karya intelektual
di bidang Hak Cipta, termasuk upaya untuk memajukan perkembangan karya
intelektual yang berasal dari keanekaragaman seni dan budaya tersebut di
atas. Dari beberapa konvensi di bidang Hak Kekayaan Intelektual yang
disebut di atas, masih terdapat beberapa ketentuan yang sudah sepatutnya
dimanfaatkan. Selain itu, kita perlu menegaskan dan memilah kedudukan
Hak Cipta di satu pihak dan Hak Terkait di lain pihak dalam rangka
memberikan perlindungan bagi karya intelektual yang bersangkutan secara
lebih jelas.
Dengan memperhatikan hal-hal di atas dipandang perlu untuk mengganti Undang-undang Hak
Cipta dengan yang baru. Hal itu disadari karena kekayaan seni dan
budaya, serta pengembangan kemampuan intelektual masyarakat Indonesia
memerlukan perlindungan hukum yang memadai agar terdapat iklim
persaingan usaha yang sehat yang diperlukan dalam melaksanakan
pembangunan nasional.
Hak
Cipta terdiri atas hak ekonomi (economic rights) dan hak moral (moral
rights). Hak ekonomi adalah hak untuk mendapatkan manfaat ekonomi atas
Ciptaan serta produk Hak Terkait. Hak moral adalah hak yang melekat pada
diri Pencipta atau Pelaku yang tidak dapat dihilangkan atau dihapus
tanpa alasan apa pun, walaupun Hak Cipta atau Hak Terkait telah
dialihkan.
Perlindungan
Hak Cipta tidak diberikan kepada ide atau gagasan karena karya cipta
harus memiliki bentuk yang khas, bersifat pribadi dan menunjukkan
keaslian sebagai Ciptaan yang lahir berdasarkan kemampuan, kreativitas,
atau keahlian sehingga Ciptaan itu dapat dilihat, dibaca, atau
didengar. Undang-undang ini memuat beberapa ketentuan baru, antara lain, mengenai:
1.Database
merupaakan salah satu Ciptaan yang dilindungi.
2.Penggunaan
alat apapun baik melaluli kabel maupun tanpa kabel, termasuk media internet,
untuk pemutaran produk-produk cakram optic (optical disc) melalui audio, media audio visal dan atau sarana telekomunikasi.
3.Penyelesaian sengketa oleh Pengadilan Niaga, arbitrase, atau alternatif
penyelesaian sengketa.
4.Penetapan sementara pengadilan untuk mencegah kerugian lebih besar
bagi Pemegang hak.
5.Batas waktu proses perkara perdata di bidang Hak Cipta dan Hak
Terkait, baik di Pengadilan Niaga maupun di Mahkamah Agung.
6.Pencantuman hak
informasi manajemen elektronik dan sarana kontrol teknologi.
7.Pencantuman mekanisme
pengawasan dan perlindungan terhadap produk-produk yang menggunakan
sarana produksi berteknologi tinggi.
8.Ancaman pidana atas
pelanggaran Hak Terkait.
9.Ancaman pidana dan denda
minimal.
10.Ancaman pidana terhadap perbanyakan penggunaan Program Komputer
untuk kepentingan komersial secara tidak sah dan melawan hukum.
CONTOH KASUS :
Jakarta – Penyidik PPNS Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual bersama BSA (Business Software Association) dan Kepolisian melaksanakan Penindakan Pelanggaran Hak Cipta atas Software di 2 tempat di Jakarta yaitu Mall Ambasador dan Ratu Plasa pada hari Kamis (5/4). Penindakan di Mall Ambasador dan Ratu Plaza dipimpin langsung oleh IR. Johno Supriyanto, M.Hum dan Salmon Pardede, SH., M.Si dan 11 orang PPNS HKI. Penindakan ini dilakukan dikarenakan adanya laporan dari BSA (Business Software Association) pada tanggal 10 Februari 2012 ke kantor Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual yang mengetahui adanya CD Software Bajakan yang dijual bebas di Mall Ambasador dan Ratu Plaza di Jakarta. Dalam kegiatan ini berhasil di sita CD Software sebanyak 10.000 keping dari 2 tempat yang berbeda.
CD software ini biasa di jual oleh para penjual yang ada di Mall Ambasador dan Ratu Plasa seharga Rp.50.000-Rp.60.000 sedangkan harga asli software ini bisa mencapai Rp.1.000.000 per softwarenya. Selain itu, Penggrebekan ini akan terus dilaksanakan secara rutin tetapi pelaksanaan untuk penindakan dibuat secara acak/random untuk wilayah di seluruh Indonesia. Salmon pardede, SH.,M.Si selaku Kepala Sub Direktorat Pengaduan, Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual, mengatakan bahwa “Dalam penindakan ini para pelaku pembajakan CD Software ini dikenakan Pasal 72 ayat 2 yang berbunyi “Barang siapa dengan sengaja menyiarkan,memamerkan,mengedarkan atau menjual kepada umum suatu ciptaan atau barang hasil pelanggaran Hak Cipta atau Hak Terkait sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipidana dengan pidana paling lama penjara 5 tahun dan denda paling banyak Rp.500.000.000 (lima ratus juta rupiah ) dan tidak menutup kemungkinan dikenakan pasal 72 ayat 9 apabila dalam pemeriksaan tersangka diketahui bahwa tersangka juga sebagai pabrikan”.
CD software ini biasa di jual oleh para penjual yang ada di Mall Ambasador dan Ratu Plasa seharga Rp.50.000-Rp.60.000 sedangkan harga asli software ini bisa mencapai Rp.1.000.000 per softwarenya. Selain itu, Penggrebekan ini akan terus dilaksanakan secara rutin tetapi pelaksanaan untuk penindakan dibuat secara acak/random untuk wilayah di seluruh Indonesia. Salmon pardede, SH.,M.Si selaku Kepala Sub Direktorat Pengaduan, Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual, mengatakan bahwa “Dalam penindakan ini para pelaku pembajakan CD Software ini dikenakan Pasal 72 ayat 2 yang berbunyi “Barang siapa dengan sengaja menyiarkan,memamerkan,mengedarkan atau menjual kepada umum suatu ciptaan atau barang hasil pelanggaran Hak Cipta atau Hak Terkait sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipidana dengan pidana paling lama penjara 5 tahun dan denda paling banyak Rp.500.000.000 (lima ratus juta rupiah ) dan tidak menutup kemungkinan dikenakan pasal 72 ayat 9 apabila dalam pemeriksaan tersangka diketahui bahwa tersangka juga sebagai pabrikan”.
PENDAPAT :
di zaman yang sudah maju ini sudah tidak di pungkiri lagi bahwa pembajakan software marak terjadi dimana-mana, pembajakan dapat berupa fisik (CD/DVD) ataupun dalam bentuk softcopy yang mudah di dapatkan di internet. Hal yang menyebabkan terjadi nya pembajakan software tidak lain dari segi harga lisensi yang dapat mencapai 1 juta rupiah atau pun lebih untuk 1 lisensi, dikarenakan itu masyarakat lebih memilih menggunakan software bajakan ketimbang membeli lisensi nya, karena bisa didapat dengan harga yang jauh lebih murah dan juga bisa di dapat nya secara cuma-cuma (Free), bahkan penulis pun masih menggunakan beberapa software bajakan.
Untuk itu pengawasan yang ketat sangat dibutuhkan dari menelusuri tempat-tempat terkait yang menjual software dalam bentuk CD/DVD bajakan, atau pun menutup situs-situs yang menyediakan software secara cuma-cuma, atau bahkan masyarakat bisa beralih menggunakan software Open Source yang memang dari awal dibagikan secara gratis dan umum siapa pun bisa menggunakan nya tanpa harus khawatir soal apa pun.